1. Kutipan (Bahasa Indonesia)
2. Teknik Karya Ilmiah (Bahasa Indonesia)
3. Dasar Akuntansi
4. Sejarah Bahasa
5. Etika Bisnis Islami
6. Elastisitas (Ekonomi 1)
7. Perilaku Konsumen
8. Makalah Bahasa Indonesia
9. Daftar Pustaka (Bahasa Indonesia)
10. Konsep Dasar Manajemen
11. Kosakata (BI)
12. Kekuasaan Dan Wewenang
Effect Salju
Bintang (cursor)
Paijo Speed (Cursor)
Seiring Kekuatan Besar Datang Tanggung Jawab Besar
31 Maret 2015
Materi - Materi Semester 2
1. Waralaba.ppt (HUKUM BISNIS)
2. PTSP
3. PMDN
4. Pihak Yang Terlibat Dalam Pasar Modal (Hukum Bisnis)
5. Kontrak HUKUM BISNIS (Ibu Tri Mulyani)
6. Perjanjian Kredit (Hukum Bisnis)
7. Pengantar Hukum Bisnis
8. KOMUNIKASI BISNIS
9. Perencanaan Pesan - Pesan Bisnis (KOMBIS)
10. Penanaman Modal (Ibu Tusiam)
11. Instrument Pasar Modal
12. Bentuk - bentuk Perusahaan Hukum Bisnis
13. Aspek Pajak Dalam Bisnis
2. PTSP
3. PMDN
4. Pihak Yang Terlibat Dalam Pasar Modal (Hukum Bisnis)
5. Kontrak HUKUM BISNIS (Ibu Tri Mulyani)
6. Perjanjian Kredit (Hukum Bisnis)
7. Pengantar Hukum Bisnis
8. KOMUNIKASI BISNIS
9. Perencanaan Pesan - Pesan Bisnis (KOMBIS)
10. Penanaman Modal (Ibu Tusiam)
11. Instrument Pasar Modal
12. Bentuk - bentuk Perusahaan Hukum Bisnis
13. Aspek Pajak Dalam Bisnis
Materi - Materi Semester 3
1. Konflik dan Stress Kerja (MSDM)
2. Pola Produksi (Manajemen Operasi)
3. Konsep Biaya
4. Personal Selling Dan Mass Selling
5. Pajak Penghasilan (Perpajakan)
6. Motivasi (MSDM)
7. Kombinasi Produksi (Manajemen Operasi)
8. Klasifikasi Biaya
9. Kepemimpinan dan Produktivitas (MSDM)
10. Disiplin Kerja (MSDM)
11. Dasar Pajak (Perpajakan)
12. Pengelompokan Biaya
2. Pola Produksi (Manajemen Operasi)
3. Konsep Biaya
4. Personal Selling Dan Mass Selling
5. Pajak Penghasilan (Perpajakan)
6. Motivasi (MSDM)
7. Kombinasi Produksi (Manajemen Operasi)
8. Klasifikasi Biaya
9. Kepemimpinan dan Produktivitas (MSDM)
10. Disiplin Kerja (MSDM)
11. Dasar Pajak (Perpajakan)
12. Pengelompokan Biaya
Materi - Materi Semester 4
1. Soft Copy MANAJEMEN PENJUALAN
2. Perkembangan Akuntansi Manajemen
3. Peramalan Penjualan
4. Pengantar MANAJEMEN KEUANGAN
5. Materi Likuiditas REVISI Yayuk Safitri
6. Cover Presentasi Likuiditas
7. Anggaran Variable (V)
8. Anggaran Produksi IV
9. Anggaran Penjualan
10. Anggaran Bahan Baku
11. Activity Based Costing
12. Anggaran Bab 1
13. Anggaran Bab 2
14. Anggaran Bab 3
15. Anggaran Bab 4
2. Perkembangan Akuntansi Manajemen
3. Peramalan Penjualan
4. Pengantar MANAJEMEN KEUANGAN
5. Materi Likuiditas REVISI Yayuk Safitri
6. Cover Presentasi Likuiditas
7. Anggaran Variable (V)
8. Anggaran Produksi IV
9. Anggaran Penjualan
10. Anggaran Bahan Baku
11. Activity Based Costing
12. Anggaran Bab 1
13. Anggaran Bab 2
14. Anggaran Bab 3
15. Anggaran Bab 4
30 Maret 2015
MANAJEMEN PENJUALAN
Jika ingin mendownload materi perkuliahan MANAJEMEN PENJUALAN silakan Klik Disini.
Download File Manajemen Penjualan.
Download File Manajemen Penjualan.
24 Maret 2015
Activity Based Costing (ABC) (MK. AKUNTANSI MANAJEMEN)
Sistem pembiayaan (costing system) secara umum terbagi menjadi dua tipe, yaitu sistem akuntansi biaya konvensional. Sistem akuntansi biaya konvensional menggunakan unit / kuantitas produk yang dihasilkan sebagai dasar pembebanan. Metode pembebanan semacam ini sering disebut juga Unit Based System. Pada sistem ini biaya-biaya yang timbul dicatat, dikumpulkan, dan dikendalikan berdasar atas elemen-elemennya ke dalam pusat-pusat pertanggungjawaban. Dengan cara semacam ini maka biaya-biaya produksi juga ditentukan menurut banyaknya sumber daya yang diserap oleh masing-masing pusat biaya. Ada dua metode yang digunakan untuk menghitung harga pokok produk yaitu sebagai berikut :
1. Metode Harga Pokok Penuh (Full Costing)
Metode harga pokok penuh merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produk yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang bersifat tetap maupun variabel. Metode harga pokok penuh ditujukan untuk memenuhi kepentingan pihak eksternal perusahaan.
2.Metode Harga Pokok Variabel (Variable Costing)
Metode harga pokok variabel merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya mempehitungkan biaya produksi yang bersifat variabel ke dalam harga pokok produksi. Biaya tersebut meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel. Metode harga pokok variabel ini lebih ditujukan untuk memenuhi kepentingan pihak internal.
Lingkungan teknologi manufaktur maju memerlukan sistem informasi akuntansi yang dirancang untuk mengelola aktivitas dan mempertahankan keunggulan bersaing. Sistem tersebut dinamakan akuntansi aktivitas (Activity Accounting) atau disebut pula Activity Based Costing System (ABC System). Sistem ini juga dapat digunakan untuk menilai kinerja dengan cara-cara yang baru. Dalam ABC System, aktivitas dianggap sebagai penyebab timbulnya biaya produksi. Namun lebih dari itu, ABC System juga menekankan pada aspek perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan oleh manajer.
Hongren mendefinisikan ABC Sistem sebagai : ”… is a System that first accumulates the costs of each activity of an organization and then applies the costs of activities to the products, services, or other cost objects using appropriate cost drivers”. (Charles T. Hongren, Sundem, & Stratton, 1996 : 502). Secara umum pengertian Activity Based Costing System (ABC System) adalah suatu sistem biaya yang mengumpulkan biaya-biaya ke dalam aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam perusahaan lalu membebankan biaya atau aktivitas tersebut kepada produk atau jasa, dan melaporkan biaya aktivitas dan produk atau jasa tersebut pada manajemen agar selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan, pengendalian biaya, dan pengambilan keputusan.
Activity Based Costing System timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk. Kebutuhan akan informasi biaya yang akurat tersebut disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Persaingan global (Global Competition) yang dihadapi perusahaan manufaktur memaksa manajemen untuk mencari berbagai alternatif pembuatan produk yang cost effective.
2. Penggunaan teknologi maju dalam pembuatan produk menyebabkan proporsi biaya overhead pabrik dalam product cost menjadi dominan.
3. Untuk dapat memenangkan persaingan dalam kompetisi global, perusahaan manufaktur harus menerapkan market–driven strategy.
4. Market–driven strategy menuntut manajemen untuk inovatif.
5. Pemanfaatan teknologi komputer dalam pengolahan data akuntansi memungkinkan dilakukannya pengolahan berbagai informasi biaya yang sangat bermanfaat dengan cukup akurat.
Manfaat sistem biaya Activity-Based Costing (ABC) bagi pihak manajemen perusahaan adalah :
1. Suatu pengkajian sistem biaya ABC dapat meyakinkan pihak manajemen bahwa mereka harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnya, mereka dapat berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan fokus pada pengurangan biaya yang memungkinkan. Analisis biaya ini dapat menyoroti bagaimana benar-benar mahalnya proses manufakturing, hal ini pada gilirannya dapat memacu aktivitas untuk mengorganisasi proses, memperbaiki mutu, dan mengurangi biaya.
2. Pihak manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif yang lebih wajar.
3. Sistem biaya ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan (management decision making) membuat-membeli yang manajemen harus lakukan, disamping itu dengan penentuan biaya yang lebih akurat maka maka keputusan yang akan diambil oleh phak manajemen akan lebih baik dan tepat. Hal ini didasarkan bahwa dengan akurasi perhitungan biaya produk yang menjadi sangat penting dalam iklim kompetisi dewasa ini.
4. Mendukung perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement), melalui analisa aktivitas, sistem ABC memungkinkan tindakan eleminasi atau perbaikan terhadap aktivitas yang tidak bernilai tambah atau kurang efisien. Hal ini berkaitan erat dengan masalah produktivitas perusahaan.
5. Memudahkan penentuan biaya-biaya yang kurang relevan (cost reduction), pada sistem tradisional, banyak biaya-biaya yang kurang relevan yang tersembunyi. Sistem ABC yang transparan menyebabkan sumber-sumber biaya tersebut dapat diketahui dan dieliminasi.
6. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, piliak manajemen dapat melakukan analisis yang lebih akurat mengenai volume produksi yang diperlukan untuk mencapai impas (break even) atas produk yang bervolume rendah.
Beberapa keunggulan dari sistem biaya Activity Based Costing (ABC) dalam penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut :
a. Biaya produk yang lebih realistis, khususnya pada industri manufaktur teknologi tinggi dimana biaya overhead adalah merupakan proporsi yang signifikan dari total biaya.
b. Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk. Dalam pabrik yang modem, terdapat sejumlah aktivitas non lantai pabrik yang berkembang. Analisis sistem biaya ABC itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas sehingga biaya aktivitas yang non lantai pabrik dapat ditelusuri.
c. Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya (activities cause cost) bukanlah produk, dan produklah yang mengkonsumsi aktivitas.
d. Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian pada sifat riil dari perilaku biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk.
e. Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang modem dengan menggunakan banyak pemacu biaya (multiple cost drivers), banyak dari pemacu biaya tersebut adalah berbasis transaksi (transaction-based) dari pada berbasis volume produk.
f. Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari biaya produk variabel jangka panjang (long run variabel product cost) yang relevan terhadap pengambilan keputusan yang strategik.
g. Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses, pelanggan, area tanggungjawab manajerial, dan juga biaya produk.
Suatu temuan yang konsisten dari buku akuntansi biaya tradisional adalah ketidaktepatan dalam menggunakan informasi biaya untuk menjalankan suatu pabrik manufakturing. Hal ini berbeda dengan sistem biaya ABC yang memberikan informasi biaya yang lebih akurat. Sistem biaya ABC menelusuri biaya produksi tidak langsung ke unit, batch, lintasan produk, dan seluruh fasilitas berdasarkan aktivitas tiap level. Metode penentuan biaya ini menghasilkan biaya akhir produk yang lebih akurat dan lebih realistis.
Beberapa perbandingan antara sistem biaya tradisional dan sistem biaya Activity-Based Costing (ABC) yang dikemukakan oleh Amin Widjaya dalam bukunya “Activity-Based Costing untuk manufakturing dan pemasaran”, adalah sebagai berikut:
1.Sistem biaya ABC menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu biaya (cost driver) untuk menentukan seberapa besar konsumsi overhead dari setiap produk. Sedangkan sistem biaya tradisional mengalokasikan biaya overhead secara arbitrer berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non representatif.
2. Sistem biaya ABC memfokuskan pada biaya, mutu dan faktor waktu. Sistem biaya tradisional terfokus pada performansi keuangan jangka pendek seperti laba. Apabila sistem biaya tradisional digunakan untuk penentuan harga dan profitabilitas produk, angka-angkanya tidak dapat diandalkan.
3.Sistem biaya ABC memfokuskan pada biaya, mutu dan faktor waktu. Sistem biaya ABC memerlukan masukan dari seluruh departemen persyaratan ini mengarah ke integrasi organisasi yang lebih baik dan memberikan suatu pandangan fungsional silang mengenai organisasi.
4.Sistem biaya ABC mempunyai kebutuhan yang jauh lebih kecil untuk analisis varian dari pada sistem tradisional, karena kelompok biaya (cost pools) dan pemacu biaya (cost driver) jauh lebih akurat dan jelas, selain itu ABC dapat menggunakan data biaya historis pada akhir periode untuk menghilang biaya aktual apabila kebutuhan muncul.
5.Pada sistem biaya tradisional penentuan tarif suatu produk berdasar aktivitas level unit (bahan baku dan tenaga kerja). Sedangkan pada ABC System pembebanan biaya overhead berdasarkan aktivitas berlevel unit maupun non unit sehingga penentuan biaya lebih akurat karena ditelusuri ke masing-masing produk.
Sistem biaya tradisional mengutamakan satu atau dua pemacu biaya yang berbasis unit sebagai pembeban biaya sehingga menciptakan biaya produk yang terdistorsi. Distorsi yang terjadi berupa subsidi silang (cross subsidy) antar produk, satu produk mengalami kelebihan biaya (overcosting) dan produk lainnya mengalami kekurangan biaya (undercosting). Tingkat distorsi yang terjadi tergantung pada proporsi biaya overhead terhadap biaya produksi total. Semakin besar proporsinya, semakin besar distorsi yang terjadi demikian juga sebaliknya. Hal inilah yang melandasi dikembangkannya sistem biaya Activity-Based Costing.
Perkembangan aktivitas berdasarkan pembiayaan (ABC system) pada awalnya didasari oleh adanya perbaikan kecermatan dalam perhitungan biaya produk dalam perusahaa manufaktur yang pada umumnya menghasilkan banyak produk. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan pada umumnya adalah bagaimana menghasilkan banyak jenis produk dengan membebankan biaya overhead pabrik ke produk-produk tersebut. Dalam aplikasi akuntansi biaya tradisional, konsep volume-related drivers digunakan untuk membebankan biaya overhead pabrik ke pabrik, sehingga beban biaya produk yang dihasilkan dari cara pembebanan ini menjadi tidak akurat. Pada sistem ABC menawarkan dasar pembebanan yang lebih bervariasi, seperti batch-related drivers, product sustaining drivers dan facility sustaining drivers untuk membebankan biaya overhead pabrik kepada berbagai jenis produk yan dihasilkan oleh perusahaan . Dengan berbagai drivers yang sesuai dengan jenis produk yang dihasilkan maka akuntansi biaya dapat menghasilkan informasi beban biaya produk yang akurat, sehingga hal ini akan memudahkan pihak manajemen dalam proses pengambilan keputusan tentang harga jual dan dalam melakukan analisis profitabilitas setiap jenis produk.
Pada perkembangan selanjutnya, ABC system tidak lagi terbatas pemanfaatannya hanya untuk menghasilkan informasi beban biaya produk yang akurat. ABC sistem pada saat ini merupakan konsep yang didefinisikan secara luas sebagai sistem informasi untuk memotivasi individu dalam melakukan improvement terhadap proses yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk/jasa bagi customer. ABC sistem dimanfaatkan untuk mengatasi kelemahan akuntansi baiaya tradisional yang didesain khusus untuk perusahaan manufaktur. Semua jenis perusahaan (manufaktur, jasa, dagang) dan organisasi (sektor publik dan nirlaba) sekarang dapat memanfaatkan ABC system sebagai sistem akuntansi biaya, baik untuk tujuan pengurangan biaya (cost reduction) maupun untuk perhitungan secara akurat beban biaya fitur produk/jasa. Jika pada tahap awal perkembanannya, ABC system hanya difokuskan pada biaya overhead pabrik, sedangkan pada tahap perkembangan selanjutnya, ABC system diterapkan ke semua biaya, mulai dari biaya desain, biaya produksi, biaya penjualan, biaya pasca jual, sampai biaya administrasi dan umum. ABC sistem menggunakan aktivitas sebagai titik pusat (focal point) untuk mempertanggungjawabkan biaya. Oleh karena aktivitas tidak hanya dijumpai di perusahaan manufaktur, dan tidak terbatas di tahap produksi, maka ABC system dapat dimanfaatkan di berbagai jenis organisasi dan mencakup biaya di luar produksi.
Activity-Based Costing (ABC) telah dikembangkan pada organisasi sebagai suatu solusi untuk masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan baik oleh sistem biaya tradisional. Sistem ABC merupakan suatu sistem yang baru sehingga konsepnya masih dan terus berkembang, sehingga ada berbagai definisi yang menjelaskan tentang sistem biaya ABC itu sendiri. Beberapa ahli manajemen biaya memberikan defenisi mengenai sistem biaya Activity-Based Costing sebagai berikut :
1. Wayne J. Morse, James R. Davis dan A. L. Hartgraves
Dalam bukunya Management Accounting (1991) memberikan defenisi mengenai Activity-Based Costing (ABC), sebagai sistem pengalokasian dan pengalokasian kembali biaya ke objek biaya dengan dasar aktivitas yang menyebabkan biaya. Sistem ABC ini didasarkan pada pemikiran bahwa aktivitas penyebab biaya dan biaya aktivitas harus dialokasikan ke objek biaya dengan dasar aktivitas biaya tersebut dikonsumsikan. Sistem ABC ini menelusuri biaya ke produk sebagai dasar aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut.
2. Ray H. Garrison
Dalam bukunya Managerial Accounting (1991) memberikan definisi mengenai Activity-Based Costing (ABC), sebagai suatu metode kalkulasi biaya yang menciptakan suatu kelompok biaya untuk setiap kejadian atau transaksi (aktivitas) dalam suatu organisasi yang berlaku sebagai pemacu biaya. Biaya overhead kemudian dialokasikan ke produk dan jasa dengan dasar jumlah dari kejadian atau transaksi produk atau jasa yang dihasilkan tersebut.
3. Douglas T. Hicks
Dalam bukunya Activity-Based Costing for Small and Mid-sized Busines An Implementation Guide (1992) memberikan defenisi mengenai Activity-Based Costing (ABC), sebagai merupakan sebagai suatu konsep akuntansi biaya yang berdasarkan atas pemikiran bahwa produk mengkonsumsi aktivitas dan aktivitas yang menimbulkan biaya. Dalam sistem biaya ABC ini dirancang sedemikian rupa sehingga setiap biaya yang tidak dapat dialokasikan secara langsung kepada produk, dibebankan kepada produk berdasarkan aktivitas dan biaya dari setiap aktivitas kemudian dibebankan kepada produk berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas tersebut.
4. L. Gayle Rayburn
Dalam bukunya Cost Accounting-Using Cost Management Approach (1993) memberikan definisi mengenai Activity-Based Costing (ABC), sebagai suatu sistem yang mengakui bahwa pelaksanaan aktivitas menimbulkan konsumsi sumber daya yang dicatat sebagai biaya, atau dengan kata lain bahwa ABC tersebut adalah merupakan pendekatan kalkulasi biaya yang berbasis pada transaksi. Sistem biaya ABC itu sendiri adalah mengalokasikan biaya ke transaksi dari aktivitas yang dilaksanakan dalam suatu organisasi, dan kemudian mengalokasikan biaya tersebut secara tepat ke produk sesuai dengan pemakaian aktivitas setiap produk.
5. Charles T. Horngren, Gary L. Sundem dan William O. Stratton
Dalam bukunya Introduction to Management Accounting (1996) memberikan defenisi mengenai Activity-Based Costing (ABC), sebagai suatu sistem yang merupakan pendekatan kalkulasi biaya yang memfokuskan pada aktivitas sebagai objek biaya yang fundamental istem ABC ini menggunakan biaya dari aktivitas tersebut sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya keobjek biaya yang lain seperti produk, jasa, atau pelanggan.
Konsep tentang ABC System berubah sesuai dengan perkembangan implementasi ABC System itu sendiri. Pada awal perkembangannya, ABC System dipakai sebagai alat untuk memperbaiki akurasi perhitungan biaya produk, namun perkembangannya terkini, ABC System telah berkembang sedemikian rupa sehingga menjadi ”cara baru dalam menjalankan bisnis”. Tabel 1. menggambarkan mitos dan realitas tentang ABC System dalam perkembangannya.
MITOS
REALITAS
|
|||
1
|
ABC Systemmerupakan sistem pencatatan, penggolongan, peringkasan, penyajian, dan pengintepretasian informasi biaya.
|
1
|
ABC System merupakan
sistem analisis biaya berbasis aktivitas untuk memenuhi kebutuhan
personel dalam pengambilan keputusan, baik yang bersifat strategik dan
maupun operasional
|
2
|
ABC Systemmerupakan sistem akuntansi dengan perusahaan manufaktur sebagai modelnya
|
2
|
ABC Systemmerupakan
sistem informasi biaya yang dapat diterapkan dalam semua jenis
organisasi-perusahaan manufaktur, jasa, dan dagang, serta organisasi
sektor publik dan organisasi nirlaba.
|
3
|
ABC System berfokus ke biaya produksi
|
3
|
ABC System mencakup seluruh biaya. Dalam perusahaan manufaktur, ABC System mencakup
biaya desain dan pengembangan, biaya produksi, biaya dukungan intern,
biaya pemasaran, biaya distribusi, biaya layanan purna jual.
|
4
|
ABC Systemberfokus ke perhitungan biaya produk dan cost control
|
4
|
ABC System berfokus ke long-term strategic cost reduction
|
5
|
ABC Systemdapat diselenggarakan secara manual
|
5
|
ABC System hanya akan optimum hasilnya jika diselesaikan dengan teknologi infornasi.
|
6
|
ABC Systemmerupakan tanggung jawab fungsi akuntansi
|
6
|
ABC System mengubah cara menjalankan bisnis, oleh karena itu ABC System menjadi tanggung jawab semua personel, terutama operating persone
|
- Cost is caused. Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas. Dengan demikian, pemahaman yang mendalam tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya akan menempatkan personal perusahaan pada posisi yang dapat mempengaruhi biaya. ABC System berangkat dari keyakinan dasar bahwa sumber daya menyediakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas, bukan sekedar menyebabkan timbulnya biaya harus dialokasikan.
- The causes of cost can be managed. Penyebab terjadi biaya (yaitu aktivitas) dapat dikelola. Melalui pengelolaan terhadap aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya biaya, personel perusahaan dapat mempengaruhi biaya. Pengelolaan terhadap aktivitas memerlukan berbagai informasi tentang aktivitas.
Meskipun secara teoritis dapat diketahui bahwa ABC System memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, namun tidak semua perusahaan dapat menerapkan sistem ini. Ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi oleh perusahan yang akan menerapkan ABC System, yaitu :
- Biaya-biaya berdasar non-unit harus merupakan persentase signifikan dari biaya overhead. Jika biaya-biaya ini jumlahnya kecil, maka sama sekali tidak ada masalah dalam pengalokasiannya pada tiap produk.
- Rasio-rasio konsumsi antara aktivitas-aktivitas berdasar unit dan aktivitas-aktivitas berdasar unit dan aktivitas-aktivitas berdasar non-unit harus berbeda. Jika berbagai produk menggunakan semua aktivitas overhead dengan rasio kira-kira sama, maka tidak ada masalah jika cost driver berdasar unit digunakan untuk mengalokasikan semua biaya overhead pada setiap produk. Jika berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka sistem konvensional atau ABC System membebankan overhead pabrik dalam jumlah yang sama. Jadi perusahaan yang produknya homogen (diversifikasi produknya rendah) dapat menggunakan sistem konvensional tanpa ada masalah.
Tahap 1
- Biaya overhead pabrik dibebankan pada aktivitas-aktivitas yang sesuai.
- Biaya-biaya aktivitas tersebut dikelompokkan dalam beberapa cost pool yang homogen.
- Menentukan tarif untuk masing-masing kelompok (cost pool). Tarif dihitung dengan cara membagi jumlah semua biaya didalam cost pool dengna suatu ukuran aktivitas yang dilakukan. Tarif pool ini juga berarti biaya per unit pemacu biaya (cost driver).
Biaya-biaya aktivitas dibebankan ke produk berdasarkan konsumsi atau permintaan aktivitas oleh masing-masing produk. Jadi pada tahap ini biaya-biaya tiap pool aktivitas ditelusur ke produk dengan menggunaan tarif pool dan ukuran besarnya sumber daya yang dikonsumsi oleh tiap produk. Ukuran besarnya sumber daya tersebut adalah penyederhanaan dari kuantitas pemacu biaya dikonsumsi oleh tiap produk.
Pada tahap pertama, aktivitas diidentifikasikan, biaya-biaya dibebankan kepada aktivitas, aktivitas yang berkaitan digabungkan menjadi satu kelompok, kelompok biaya sejenis dibentuk, dan tarif kelompok dihitung. Pada tahap kedua, setiap permintaan produk untuk sumber daya kelompok diukur dan biaya-biaya dibebankan kepada produk dengan menggunakan permintaan ini dan tarif kelompok yang mewakili. Namun, untuk menghindari kerancuan pada konsep dasar, kita menghindari setiap pembahasan detail dari beberapa langkah prosedur tahap pertama. Kita sekarang beralih ke penjelasan yang lebih rinci dari dua langkah pertama : (1) identifikasi aktivitas dan (2) klasifikasi aktivitas ke dalam kelompok sejenis. Bagaimana biaya-biaya dibebankan ke aktivitas dibahas dalam bagian yang berbeda.
Konsep ABC System, bahwa biaya produk ditimbulkan oleh aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan volume produk maupun aktivitas yang tidak berkaitan dengan volume produk. BOP merupakan biaya yang akan diatribusikan kepada produk berdasarkan pemicu biaya (cost drivers), bukan berdasarkan volume produk.
Aktivitas merupakan tindakan yang berulang-ulang untuk memenuhi fungsi bisnis. Setiap aktivitas dapat ditentukan sebagai value added atau non value added. Kaplan (1991), menyatakan bahwa, sistem manajemen biaya mempunyai dua sisi pengukuran kinerja, yaitu finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja yang bersifat finansial digunakan untuk pengukuran kinerja periodik dan untuk penentuan biaya produk yang akurat. Sedangkan pengukuran kinerja non finansial dapat digunakan untuk mengembangkan dan memperbaiki secara terus menerus proses produksi dengan mengurangi non value added time. Continuous improvement ini mengacu pada falsafah pengolahan bernilai tambah (value added manufacturing), yang mengacu pada kegiatan manufaktur yang terbaik dan sederhana, sehingga sistem manufaktur menjadi lebih efisien.
Dalam value added manufaturing, pemborosan diartikan secara luas, yaitu setiap kegiatan dalam pengolahan yang tidak menghasilkan nilai tambah, seperti inspection time, waiting time dan moving time. Dengan demikian apabila tidak terdapat pemborosan maka nilai masing-masing inspection time, waiting time dan moving time sama dengan nol. Non value added dapat disebabkan oleh faktor yang bersifat sistemik, fisik dan manusiawi, misalnya mesin mempunyai sistem yang mengharuskan setiap proses produksi harus dalam batch yang besar, tenaga kerja yang kurang terampil mengakibatkan meningkatnya biaya tenaga kerja.
1.Aktivitas-aktivitas Berlevel Unit
Aktivitas berlevel unit (unit-level activities) adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu unit produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi. Sebagai contoh tenaga langsung, jam mesin, dan jam listrik (energi) digunakan setiap saat satu unit produk dihasilkan.
2.Aktivitas-aktivitas Berlevel Batch
Aktivitas-aktivitas berlevel batch adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali suatu batch produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas setup, aktivitas penjadwalan produksi, aktivitas pengelolaan bahan (gerakan bahan dan order pembelian), aktivitas inspeksi.
3.Aktivitas-aktivitas Berlevel Produk
Aktivitas-aktivitas berlevel produk adalah aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi masukan untuk mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi dan dijual. Contoh aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas penelitian dan pengembangan produk, perekayasaan proses, spesifikasi produk, perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk.
4.Aktivitas Berlevel Fasilitas
Aktivitas berlevel fasilitas adalah meliputi aktivitas untuk menopang proses pemanufakturan secara umum yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk memproduksi produk namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume atau bauran produk yang diproduksi. Contoh aktivitas ini mencakup misalnya : manajemen pabrik, pemeliharaan bangunan, keamanan, pertamanan, penerangan pabrik, kebersihan, pajak bumi dan bangunan (PBB), serta depresiasi pabrik.
Cost Pool adalah kelompok biaya yang disebabkan oleh aktivitas yang bersama dengan satu dasar pembebanan (cost driver). Cost pool digunakan untuk mempermudah manajemen dalam membebankan biaya-biaya yang timbul. Cost pool berisi aktivitas yang biayanya memiliki korelasi positif antara cost driver dengan biaya aktivitas. Tiap-tiap cost pool menampung biaya-biaya dari transaksi-transaksi yang homogen. Semakin tinggi tingkat kesamaan aktivitas yang dilaksanakan dalam perusahaan, semakin sedikit cost pool yang dibutuhkan untuk membebankan biaya-biaya tersebut. Sistem biaya yang menggunakan beberapa cost pool akan lebih menjelaskan hubungan sebab-akibat antara biaya yang timbul dengan produk yang dihasilkan.
Cost pool berguna untuk menentukan cost pool rate yang merupakan tarif biaya overhead pabrik per unit cost driver yang dihitung untuk setiap kelompok aktivitas. Tarif kelompok dihitung dengan rumus total biaya overhead untuk kelompok aktivitas tertentu dibagi dasar pengukuran aktivitas kelompok tersebut.
Cost driver atau pemicu biaya digunakan untuk membebankan biaya aktivitas kepada output yang secara struktural berbeda dengan yang digunakan dalam sistem biaya konvensional. Atau faktor-faktor penyebab yang menjelaskan konsumsi overhead. Cost driver merupakan dasar yang digunakan untuk membebankan biaya yang terkumpul pada cost pool kepada produk.
Identifikasi cost driver adalah komponen yang penting dalam pengendalian biaya tak bernilai tambah. Jika kinerja individual dipengaruhi oleh kemampuannya untuk mengendalikan biaya tak bernilai tambah, maka pemilihan cost driver dan bagaimana cost driver tersebut digunakan dapat mempengaruhi perilaku para individu. Jika cost driver biaya untuk biaya setup yang dipilih adalah waktu setup, maka insentif harus diciptakan bagi pekerja agar mereka dapat mengurangi waktu setup.
Sumber :
<a href=”http://gakmesti.wordpress.com/tag/tahap-tahap-abc/” target=”_blank”>http://gakmesti.wordpress.com</a>
Ada dua keyakinan dasar yang melandasi ABC System :
- Cost is caused. Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas. Dengan demikian, pemahaman yang mendalam tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya akan menempatkan personal perusahaan pada posisi yang dapat mempengaruhi biaya. ABC System berangkat dari keyakinan dasar bahwa sumber daya menyediakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas, bukan sekedar menyebabkan timbulnya biaya harus dialokasikan.
- The causes of cost can be managed. Penyebab terjadi biaya (yaitu aktivitas) dapat dikelola. Melalui pengelolaan terhadap aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya biaya, personel perusahaan dapat mempengaruhi biaya. Pengelolaan terhadap aktivitas memerlukan berbagai informasi tentang aktivitas.
Dua keyakinan dasar yang melandasi ABC System
tersebut disajikan lebih jelas pada Gambar 3. Pada Gambar 3,
menggambarkan bahwa pengelolaan aktivitas ditujukan untuk mengarahkan
seluruh aktivitas organisasi ke penyediaan produk/jasa bagi kepentingan
pemenuhan kebutuhan costumers. Seluruh yang digunakan untuk menghasilkan produk/jasa dinilai manfaatnya ditinjau dari sudut pandang costumers. Contoh informasi tentang aktivitas adalah: customers yang mengkonsumsi keluaran aktivitas,
value-and non-value-added activities, resources driver, activity
driver, driver quantity, cycle effectiveness (CE), capacity resource,
budget type (fixed type, variable type, step type).
Meskipun secara teoritis dapat diketahui bahwa ABC System
memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, namun tidak semua perusahaan
dapat menerapkan sistem ini. Ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi
oleh perusahan yang akan menerapkan ABC System, yaitu :
- Biaya-biaya berdasar non-unit harus merupakan persentase signifikan dari biaya overhead. Jika biaya-biaya ini jumlahnya kecil, maka sama sekali tidak ada masalah dalam pengalokasiannya pada tiap produk.
- Rasio-rasio konsumsi antara aktivitas-aktivitas berdasar unit dan aktivitas-aktivitas berdasar unit dan aktivitas-aktivitas berdasar non-unit harus berbeda. Jika berbagai produk menggunakan semua aktivitas overhead dengan rasio kira-kira sama, maka tidak ada masalah jika cost driver berdasar unit digunakan untuk mengalokasikan semua biaya overhead pada setiap produk. Jika berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka sistem konvensional atau ABC System membebankan overhead pabrik dalam jumlah yang sama. Jadi perusahaan yang produknya homogen (diversifikasi produknya rendah) dapat menggunakan sistem konvensional tanpa ada masalah.
Sistem akuntansi biaya tradisional membebankan biaya overhead pabrik melalui dua tahap pembebanan yaitu pembebanan biaya overhead seperti sistem akuntansi biaya tradisional. Perbedaan antara kedua metode tersebut terletak pada dasar pembebanan (cost driver) yang digunakan. Sistem akuntansi biaya tradisional hanya menggunakan satu dasar pembebanan (cost driver) yaitu unit produksi, sedangkan ABC System
menggunakan lebih dari satu cost driver sehingga informasi yang
dihasilkan juga lebih akurat dan teliti. Tahap-tahap pembebanan biaya
overhead pabrik pada ABC System adalah :
Tahap 1- Biaya overhead pabrik dibebankan pada aktivitas-aktivitas yang sesuai.
- Biaya-biaya aktivitas tersebut dikelompokkan dalam beberapa cost pool yang homogen.
- Menentukan tarif untuk masing-masing kelompok (cost pool). Tarif dihitung dengan cara membagi jumlah semua biaya didalam cost pool dengna suatu ukuran aktivitas yang dilakukan. Tarif pool ini juga berarti biaya per unit pemacu biaya (cost driver).
Biaya-biaya aktivitas dibebankan ke produk berdasarkan konsumsi atau permintaan aktivitas oleh masing-masing produk. Jadi pada tahap ini biaya-biaya tiap pool aktivitas ditelusur ke produk dengan menggunaan tarif pool dan ukuran besarnya sumber daya yang dikonsumsi oleh tiap produk. Ukuran besarnya sumber daya tersebut adalah penyederhanaan dari kuantitas pemacu biaya dikonsumsi oleh tiap produk.
Pada tahap pertama, aktivitas
diidentifikasikan, biaya-biaya dibebankan kepada aktivitas, aktivitas
yang berkaitan digabungkan menjadi satu kelompok, kelompok biaya sejenis
dibentuk, dan tarif kelompok dihitung. Pada tahap kedua, setiap
permintaan produk untuk sumber daya kelompok diukur dan biaya-biaya
dibebankan kepada produk dengan menggunakan permintaan ini dan tarif
kelompok yang mewakili. Namun, untuk menghindari kerancuan pada konsep
dasar, kita menghindari setiap pembahasan detail dari beberapa langkah
prosedur tahap pertama. Kita sekarang beralih ke penjelasan yang lebih
rinci dari dua langkah pertama : (1) identifikasi aktivitas dan (2)
klasifikasi aktivitas ke dalam kelompok sejenis. Bagaimana biaya-biaya
dibebankan ke aktivitas dibahas dalam bagian yang berbeda.
Konsep ABC System, bahwa biaya
produk ditimbulkan oleh aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan
volume produk maupun aktivitas yang tidak berkaitan dengan volume
produk. BOP merupakan biaya yang akan diatribusikan kepada produk
berdasarkan pemicu biaya (cost drivers), bukan berdasarkan volume produk.
Aktivitas merupakan tindakan yang
berulang-ulang untuk memenuhi fungsi bisnis. Setiap aktivitas dapat
ditentukan sebagai value added atau non value added. Kaplan (1991),
menyatakan bahwa, sistem manajemen biaya mempunyai dua sisi pengukuran
kinerja, yaitu finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja yang
bersifat finansial digunakan untuk pengukuran kinerja periodik dan untuk
penentuan biaya produk yang akurat. Sedangkan pengukuran kinerja non
finansial dapat digunakan untuk mengembangkan dan memperbaiki secara
terus menerus proses produksi dengan mengurangi non value added time. Continuous improvement ini mengacu pada falsafah pengolahan bernilai tambah (value
added manufacturing), yang mengacu pada kegiatan manufaktur yang
terbaik dan sederhana, sehingga sistem manufaktur menjadi lebih efisien.
Dalam value added manufaturing, pemborosan diartikan secara luas, yaitu setiap kegiatan dalam pengolahan yang tidak menghasilkan nilai tambah, seperti inspection time, waiting time dan moving time. Dengan demikian apabila tidak terdapat pemborosan maka nilai masing-masing inspection time, waiting time dan moving time sama dengan nol. Non value added
dapat disebabkan oleh faktor yang bersifat sistemik, fisik dan
manusiawi, misalnya mesin mempunyai sistem yang mengharuskan setiap
proses produksi harus dalam batch yang besar, tenaga kerja yang kurang
terampil mengakibatkan meningkatnya biaya tenaga kerja.
1.Aktivitas-aktivitas Berlevel Unit
Aktivitas berlevel unit (unit-level
activities) adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu unit
produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah
unit produk yang diproduksi. Sebagai contoh tenaga langsung, jam mesin,
dan jam listrik (energi) digunakan setiap saat satu unit produk
dihasilkan.
2.Aktivitas-aktivitas Berlevel Batch
Aktivitas-aktivitas berlevel batch adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali suatu batch produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch produk
yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini
adalah aktivitas setup, aktivitas penjadwalan produksi, aktivitas
pengelolaan bahan (gerakan bahan dan order pembelian), aktivitas
inspeksi.
3.Aktivitas-aktivitas Berlevel Produk
Aktivitas-aktivitas berlevel produk
adalah aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yang
diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi masukan untuk
mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi dan dijual.
Contoh aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas
penelitian dan pengembangan produk, perekayasaan proses, spesifikasi
produk, perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk.
4.Aktivitas Berlevel Fasilitas
Aktivitas berlevel fasilitas adalah
meliputi aktivitas untuk menopang proses pemanufakturan secara umum yang
diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk
memproduksi produk namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak
berhubungan dengan volume atau bauran produk yang diproduksi. Contoh
aktivitas ini mencakup misalnya : manajemen pabrik, pemeliharaan
bangunan, keamanan, pertamanan, penerangan pabrik, kebersihan, pajak
bumi dan bangunan (PBB), serta depresiasi pabrik.
Cost Pool adalah kelompok biaya yang disebabkan oleh aktivitas yang bersama dengan satu dasar pembebanan (cost driver). Cost pool digunakan untuk mempermudah manajemen dalam membebankan biaya-biaya yang timbul. Cost pool berisi aktivitas yang biayanya memiliki korelasi positif antara cost driver dengan biaya aktivitas. Tiap-tiap cost pool
menampung biaya-biaya dari transaksi-transaksi yang homogen. Semakin
tinggi tingkat kesamaan aktivitas yang dilaksanakan dalam perusahaan,
semakin sedikit cost pool yang dibutuhkan untuk membebankan biaya-biaya tersebut. Sistem biaya yang menggunakan beberapa cost pool akan lebih menjelaskan hubungan sebab-akibat antara biaya yang timbul dengan produk yang dihasilkan.
Cost pool berguna untuk
menentukan cost pool rate yang merupakan tarif biaya overhead pabrik
per unit cost driver yang dihitung untuk setiap kelompok aktivitas.
Tarif kelompok dihitung dengan rumus total biaya overhead untuk kelompok
aktivitas tertentu dibagi dasar pengukuran aktivitas kelompok tersebut.
Cost driver atau pemicu biaya
digunakan untuk membebankan biaya aktivitas kepada output yang secara
struktural berbeda dengan yang digunakan dalam sistem biaya
konvensional. Atau faktor-faktor penyebab yang menjelaskan konsumsi overhead. Cost driver merupakan dasar yang digunakan untuk membebankan biaya yang terkumpul pada cost pool kepada produk.
Identifikasi cost driver adalah komponen yang
penting dalam pengendalian biaya tak bernilai tambah. Jika kinerja
individual dipengaruhi oleh kemampuannya untuk mengendalikan biaya tak
bernilai tambah, maka pemilihan cost driver dan bagaimana cost driver tersebut digunakan dapat mempengaruhi perilaku para individu. Jika cost driver
biaya untuk biaya setup yang dipilih adalah waktu setup, maka insentif
harus diciptakan bagi pekerja agar mereka dapat mengurangi waktu setup.Copy From : brankaseverest
PERKEMBANGAN PERAN AKUNTANSI MANAJEMEN (MK. AKUNTANSI MANAJEMEN)
Bab 1
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Untuk
mengoperasikan sebuah organisasi yang kompleks (besar dan rumit) dengan efisien
dan efektif, manajemen membutuhkan informasi terinci tentang operasi
perusahaan. Seperti berapa jumlah bahan yang harus disediakan, darimana bahan
diperoleh, berapa jumlah peralatan yang terpakai, berapa karyawan yang layak
diperkerjakan dll.
Semua
persoalan tersebut akan bisa diatasi oleh manajemen apabila manajemen
memperoleh informasi yang tepat untuk digunakan sebagai dasar kebijakannya.
Artinya manajemen harus memperoleh informasi tentang masukan dan keluaran operasi
atau perusahaan untuk dasar operasinya. Tanpa informasi tentang masukan dan
keluaran, maka tidak mungkin manajemen dapat mengambil keputusan dengan tepat.
Untuk
mengatasi hal tersebut diperlukan system informasi yang memadai. Yaitu system
informasi untuk perencanaan, pengelolaan, pengendalian dan pengambilan
keputusan. System informasi yang berhubungan dengan masalah akuntansi atau
keuangan merupakan tugas dan tanggung jawab dari akuntan manajemen, dan
system informasi yang berhubungan dengan akuntansi tersebut disebut Akuntansi Manajemen.[1].
Bab II
Pembahasan
2.1 Konsep yang melatar belakangi lahirnya
Akuntansi Manajemen
A.
Sejarah akuntansi
Manajemen
Pada tahun 1880an, perusahaan manufaktur di Amerika mulai
berkonsentrasi dalam pengembangan teknologi produksi yang berkapasitas
besar. Para manajer dan insinyur pada
perusahaan metal telah mengembangkan untuk menghitung
relevant product cost yang disebut scientific management. Prosedur
ini digunakan untuk menganalisis produktivitas dan laba suatu produk. Akan
tetapi seiring berkembangnya pemikiran akuntansi maka setelah tahun 1914
prosedur tersebut mulai hilang dari praktik akuntansi perusahaan.
Setelah
Perang Dunia I, terdapat peraturan akuntansi keuangan yang mempunyai dampak berkurangnya informasi akuntansi yang bermanfaat untuk
mengevaluasi kinerja bawahan dalam perusahaan besar (lost relevance). Sampai tahun 1920an, semua manajer percaya pada informasi
yang berhubungan dengan proses produksi utama, transaksi dan even yang
menghasilkan jumlah nominal pada laporan keuangan. Setelah tahun 1925,
informasi yang digunakan oleh manajer menjadi lebih sederhana dan banyak
perusahaan manufaktur di Amerika telah mengembangkan prosedur akuntansi
manajemen seperti yang dikenal sekarang.
Selama
kurun waktu lebih dari enam puluh tahun, akuntan akademisi berusaha untuk
mengembalikan relevansi antara informasi kos akunting dengan informasi
akuntansi keuangan. Usaha tersebut menggunakan model perusahaan manufaktur
sederhana, sejenis dengan perusahaan tekstil abad 19, dan dalam rangka mengatasi
masalah produksi, akademisi menyusun ulang informasi pelaporan kos persediaan.
Meskipun demikian, model tersebut terlalu sederhana untuk menjelaskan masalah
nyata yang dihadapi oleh manajer akan tetapi hal tersebut dimahfumkan dalam
rangka mempermudah bagaimana informasi kos yang berasal dari laporan keuangan
dapat dibuat relevan dengan pengambilan keputusan (kos
manajemen).
Mulai tahun 1980an sampai sekarang, akuntansi
manajemen mengalami masa perkembangan yang pesat dengan perannya sebagai
pendamping akuntansi keuangan. Johnson dan Kaplan menuliskannya dengan indah dalam
“Relevance Lost: The Rise and Fall of Management Accounting.
B. Pengertian Akuntansi
Manajemen
Suatu
tipe informasi kuantitatif yang menggunakan uang sebagai satuan ukuran, yang
digunakan untuk membantu manajemen dalam pelaksanaan pengelolaan perusahaan
atau informasi keuangan merupakan keluaran yang dihasilkan oleh tipe akuntansi
manajemen yang dimanfaatkan oleh pemakai intern organisasi.
2.2 Peranan Akuntansi Manajemen dalam
Organisasi dan Peranan Informasi bagi Manajer.
a. Organisasi dan
Sasarannya
Organisasi
dapat didefenisikan sebagai sekelompok orang yang menyatu
bersama karena beberapa tujuan bersama. Tujuan bersama
yang mengarahkan kerja organisasi disebut sasaran organisasi. Tidak semua
organisasi mempunyai sasaran yang sama namun sebagian besar organisasi
mempunyai sasaran untuk memperoleh keuntungan.[2]
Selain
sasaran untuk memperoleh keuntungan dari dana yang telah ditanamkan pada
perusahaan, organisasi/perusahaan juga mempunyai sasaran lain yaitu ingin
memperoleh dan mempertahankan reputasi integritas, wajar, dan dapat dipercaya.
Perusahaan ingin juga menjadi suatu kekuatan yang positif dalam lingkungan
social dan ekologi tempat perusahaan menjalankan aktifitas.
b.
Akuntansi Manajemen sebagai suatu Tipe Informasi
Akuntansi Manajemen dipandang sebagai suatu tipe
akuntansi yang merupakan suatu proses untuk mengolah informasi keuangan untuk
memenuhi keperluan para manajer dalam perencanaan dan pengendalian aktivitas
organisasi. Informasi adalah
suatu data, fakta, pengamatan, persepsi atau sesuatu yang lain yang menambah
ilmu pengetahuan.
Definisi lain menyebutkan informasi adalah data yang
sudah diolah, atau dengan kata lain hasil olahan data yang digunakan untuk
pengambilan keputusan. Informasi ini berbeda dengan berita atau issue.
Pemerolehan informasi dapat dari berbagai sumber baik eksternal maupun
internal.
Karakteristik
informasi yang berkualitas :
1. Tepat
waktu: Informasi harus tepat waktu karena apabila informasi
datang terlambat maka informasi tersebut
tidak berguna lagi. Ketepatan
waktu sangat diperlukan manajemen dalam persaingan global.
2. Relevan :Relevan adalah kesesuaian informasi
tersebut dengan kebutuhan manajemen. Informasi yang relevan akan sangat mendukung manajemen dalam pengambilan
keputusan.
3. Akurat :Informasi yang akurat akan menjamin
ketepatan dalam pengambilan keputusan manajemen.
4. Broadscope
adalah keluasan informasi. Dengan informasi yang luas, manajemen dapat
meminimalisir resiko yang mungkin timbul dari keputusan yang dibuat.
c.
Pengertian Informasi Akuntansi Manajemen :
Informasi akuntansi manajemen mengacu pada proses
perbaikan nilai secara terus menerus untuk menambah nilai produk atau jasa yang
berkaitan dengan rencana, desain, ukuran dan operasi system informasi financial
dan nonfinancial yang membimbing dan mengarahkan tindakan manajemen, memotivasi
perilaku, dan mendukung serta menciptakan nilai budaya yang diperlukan untuk
mencapai sasaran organisasi.
Manfaat Informasi :
1. Dapat mengurangi
ketidakpastian.
2. Membantu
manajemen untuk bertindak lebih baik.
3. Membantu
manajemen untuk mengenali lingkungan internal maupun eksternal.
4. Membantu
manajemen dalam penilaian kinerja.
5. Membantu perencanaan
manajemen.
6. Memotivasi Manajemen.
d.
Peranan Akuntansi Manajemen bagi pihak-pihak yang
berkepentingan dalam Organisasi
Secara hirarki manajemen dapat dikelompokan menjadi tiga
bagian yaitu manajemen atas(senior executive), manajemen menengah(middle
management), dan manajemen bawah(operational level. Masing-masing tingkatan ini
membutuhkan informasi yang berbeda-beda.[3]
Contoh :
Pada organisasi
bengkel supervisor merupakan manajemen tingkat bawah (operational
level). Tugas supervisor adalah memeriksa sepeda motor dll. Informasi yang
dibutuhkan adalah jumlah kerusakan, keseringan kerusakan, jumlah komponen yang
dibutuhkan dan sebagainya.
Sementara manajer bengkel merupakan tingkatan manajemen
menengah, informasi yang dibutuhkan berbeda dari level operasional. Level
menengah membutuhkan informasi seperti yang berkaitan dengan cara meningkatkan
pendapatan (laba) perusahaan. Manajemen tingkat menengah ini lebih terfokus
pada cara atau strategi yang dapat meningkatkan laba perusahaan.
Sedangkan pemilik (owner) atau jajaran direksi merupakan
contoh dari manajemen atas (senior executive). Pada level ini membutuhkan
informasi tentang bagaimana cara untuk menyusun strategi mempertahankan market
share bengkel, memperbesar omset perusahaan, diversifikasi perusahaan,
loyalitas dan kepuasan pelanggan dan sebagainya.
Tampak jelas pada contoh diatas bahwa masing-masing
tingkatan manajemen perusahaan membutuhkan informasi berbeda satu dengan
lainnya.
Peranan informasi bagi manajer
Seperti yang telah kita ketahui informasi sangat berperan
dalam pembuatan keputusan bagi manajer, karena manajer merupakan pimpinan dan
peserta aktif dalam proses perencanaan, pengendalian, dan pengambilan
keputusan. Oleh karena itu manajer sangat berperan penting dalam pengambilan
keputusan dan mengarahkan organisasi agar dapat mencapai sasaran.
Sedangkan informasi itu sendiri merupakan “mesin” yang
membuat manajemen berjalan. Dalam ketiadaan aliran informasi yang kontinyu
manajemen akan menjadi tidak berdaya dalam melakukan sesuatu. Oleh karena itu,
organisasi diharuskan memiliki jaringan yang luas, agar memungkinkan berbagai
tingkat manajemen dapat berhubungan melalui saluran komunikasi tersebut.
Dengan adanya informasi yang actual dan terpercaya maka
manajer dapat mengambil keputusan dengn lebih terarah dan efektif.
2.3 Perbedaan
Akuntansi Manajemen dan Akuntansi Keuangan
Keterangan
|
Akuntansi
Keuangan
|
Akuntansi
Manajemen
|
Audience
|
Eksternal
|
Internal
|
Tujuan
|
Melaporkan kinerja masa lalu pada pihak eksternal
|
Memberitahukan perbuatan keputusan internal oleh tenaga
dan manajer umpan balik dan pengendalian kinerja operasi
|
Waktu
|
Terlambat,
historis
|
Saat ini, orientasi masa yang akan datang.
|
Tipe
Informasi
|
Hanya
mengukur keuangan.
|
Keuangan dan operasional dan pengukuran fisik proses,
teknologi, supplier, pelanggan dan kompetitor
|
Batasan
|
Regulasi, dikendalikan oleh aturan-aturan standar
keuangan
|
Tidak ada regulasi, system dan informasi ditentukan
oleh manajemen untuk mempertemukan kebutuhan stratejik dan operasional
|
Sifat
informasi
|
Objektif,
dapat di audit,reliable, konsisten, dan tepat
|
Lebih subjektif dengan pertimbangan valid, relevan dan
akurat
|
Cakupan
|
Laporan
organisasi keseluruhan
|
Memberitahukan
keputusan dan tindakan
|
Selain memiliki perbedaan antara akuntansi keuangan dan
manajemen juga memiliki persamaan yaitu
:
1. Prinsip
akuntansi yang lazim diterima baik dalam akuntansi keuangan kemungkinan besar
juga merupakan prinsip pengukuran yang relevan dalam akuntansi manajemen.
2.
Sama-sama menggunakan informasi operasi yang sama.[4]
2.4 Peran
Akuntan Manajemen
Perilaku Etis Akuntan Manajemen
Perilaku etis melibatkan pemilihan tindakan-tindakan yang
benar dan sesuai serta tepat. Tingkah laku kita mungkin benar atau salah,
sesuai atau menyimpang, dan keputusan yang kita buat dapat adil atau berat
sebelah. Orang sering berbeda pandangan terhadap arti istilah etis, tetapi
nampaknya terdapat suatu prinsip umum yang mendasari semua system etika.
Ada 10 nilai inti
yang diidentifikasi menghasilkan prinsip-prinsip yang melukiskan benar dan
salah dalam kerangka umum, yaitu :
·
Kejujuran
(honesty)
·
Integritas
(integrity)
·
Memegang
janji (promise keeping)
·
Kesetiaan
(fidelity)
·
Keadilan
(fairness)
·
Kepedulian
terhadap sesama (caring for others)
·
Penghargaan
kepada orang lain (respect for others)
·
Kewarganegaraan
dan bertanggung jawab (responsible citizenship)
·
Pencapaian
kesempurnaan (pursuir of excellence)
·
Akuntabilitas
(accountibillity)
IMA (Instititute of Management Accountants) mengeluarkan
pernyataan tentang standar perilaku etis
akuntan manajemen. Standar tersebut adalah sebagai berikut.
1) Kompetensi
Akuntan manajemen
bertanggungjawab untuk
a) Menjaga
tingkat kompetensi professional yang dimiliki dengan terus menerus
mengembangkan pengetahuan dan keahliannya.
b) Melakukan
tugas-tugas profesionalnya sesuai dengan hokum, peraturan, dan standar teknis
yang berlaku.
c) Menyusun
laporan dan rekomendasi yang lengkap serta jelas setelah melakukan analisis
yang benar terhadap informasi yang relevan dan dapat dipercaya.
2) Kerahasiaan
Akuntan manajemen
bertanggungjawab untuk :
a) Tidak
membocorkan informasi rahasia tanpa ijin, kecuali diharuskan secara hokum.
b) Memberi
tahu bawahan seperlunya dan memonitor aktivitas mereka untuk menjaga kerahasian
tersebut.
3) Integritas
Akuntan manajemen bertanggungjawab untuk :
a) Menghindari konflik
kepentingan actual.
b) Menahan
diri dari aktivitas yang akan menimbulkan kecurigaan terhadap kemampuan mereka
untuk melakukam tugasnya secara etis.
c) Menolak
pemberian, penghargaan, dan
keramah-tamahan yang dapat mempengaruhi mereka dalam bertugas.
d) Menahan
diri untuk tidak melakukan penggerogotan terhadap legitimasi organisasi dan
tujuan-tujuan etis, baik secara aktif
maupun pasif.
e) Mengkomunikasikan
berbagai batasan profesional
f) Mengkomunikasikan
informasi yang baik atau buruk dan
penilaian atau opini professional.
4) Objektivitas
Akuntan manajemen
bertanggungjawab untuk :
a) Mengkomunikasikan
informasi dengan adil dan objektif
b) Mengungkapkan
semua informasi yang relevan dan dapat diharapkan mempengaruhi pemahaman
pengguna terhadap laporan, komentar, dan rekomendasi yang dikeluarkan.
5) Resolusi konflik etika
Dalam
pelaksanaan standar perilaku etis, akuntan manajemen mungkin menghadapi masalah
dalam mengidentifikasi perilaku yang tidak etis atau dalam menyelesaikan
konflik etika. Ketika menghadapi isu-isu
etika yang penting, akuntan manajemen harus mengikuti kebijakan yang ditetapkan
organisasi dalam mengatasi konflik. Jika kebijakan ini tidak menyelesaikan
konflik etika, akuntan manajemen harus mempertimbangkan tindakan berikut ini :
a) Mendiskusikan
masalah tersebut dengan supervisor kecuali jika masalah tersebut melibatkan
atasannya.
b) Menjelaskan
konsep-konsep yang relevan melalui
diskusi rahasia dengan seorang penasihat yang objective untuk mencapai
pemahaman terhadap tindakan yang mungkin dilakukan.
c) Jika
konflik etika masih ada setelah dilakukan tindakan terhadap semua jenjang,
akuntan manajemen mungkin tidak mempunyai jalan lain kecuali mengundurkan diri
dari organisasi dan memberikan memo yang informative kepada perwakilan
organisasi yang ditunjuk.
d) Kecuali
diperintah secara hukum, mengkomunikasikan masalah tersebut kepada berbagai
otoritas atau individu yang tidak ada hubungan dengan organisasi bukanlah
pertimbangan yang tepat.
Bab III
Kesimpulan
3.1 Kesimpulan
Akuntansi
manajemen merupakan salah satu bagian dari ilmu akuntansi yang menitikberatkan
permasalahannya pada organisasi serta informasi yang dibutuhkan organisasi
tersebut. Laporan dari bagian akuntansi dalam perusahaan dapat membantu manajer
mengambil keputusan dengan lebih bijak dan terarah, setelah keputusan diambil
biasanya bagian akuntansi akan menilai apakah keputusan itu efektif dan
efisien.
Copy From : Ajat Sudrajat
Langganan:
Postingan (Atom)