Effect Salju

Bintang (cursor)

Paijo Speed (Cursor)

Seiring Kekuatan Besar Datang Tanggung Jawab Besar

Seiring Kekuatan Besar Datang Tanggung Jawab Besar

20 Januari 2013

Sejarah Pengertian Surat AL FAJR

Sejarah




يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
24
. Dia akan berkata: Oh seandainya dulu aku melakukan [amal salehj untuk kehidupanku [mendatang].'
 
فَيَوْمَئِذٍ لَّا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَدٌ
25
. Tapi pada hari itu tak seorang pun akan mengazab seperti azab-Nya,
 
وَلَا يُوثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ
26
. Dan tak seorang pun akan mengikat seperti ikatan-Nya.
Tidak seorang pun akan bertanggung jawab atas perbuatan orang lain. Perbuatan seseorang akan menentukan seperti apa kondisi dan keadaan dia di kehidupan mendatang. Tidak ada orang lain yang akan dapat menggantikannya. Setiap orang bertanggung jawab dan akan diberi ganjaran sesuai dengan perbuatannya. Keadaan tersebut memang khas. Pada hari itu—dalam kesadaran baru—kondisi azab dan penghambaan seseorang akan diukur sesuai dengan perbuatan dia sebelumnya. Kondisinya tidak akan sama dengan kondisi orang lain. Genggaman Allah atasnya akan bersifat khas dan khusus untuk dirinya saja.
 
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
27
. Wahai jiwa yang tenang!
 
ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً
28
. Kembalilah kepada Tuhanmu, dengan perasaan senang, dan menyenangkan [bagi-Nya].
 
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي
29
. Maka masuklah di antara hamba-hamba-Ku,
 

وَادْخُلِي جَنَّتِي
30.
Dan masuklah ke surga-Ku.
Tuhan memanggil jiwa (nafs) yang berada dalam kesentosaan dan kedamaian, al-nafs al-muthmainnah. Panggilan ini menandai awal kebangunan rohani. Jika kita tidak mendapatkan kedamaian, bagaimana kita bisa mengingat hal yang jauh di dalam samudera hati kita yang paling dalam? Jika kita gelisah secara lahiriah, terus-menerus dalam kekacauan, bagaimana kita bisa mendengar gaung pengetahuan yang tak berbatas waktu yang tertanam dalam hati kita? Itulah sebabnya maka panggilan dimulai pada nafs yang senang dan tenang.
Tahap berikutnya dari nafs adalah kepuasan hati: radhiyah berarti 'puas', puas terhadap pemahaman dan terhadap pengetahuan bahwa kondisi yang sedang dijalani ini merupakan suatu kesempumaan dan bukan sebaliknya. Kita mungkin saja tidak menyukai situasi yang sedang kita jalani, tapi kondisi tersebut tidaklah relevan di sini. Pada tahap berikutnya, mardbiyyah (senang), kita akan mengetahui bahwa segala sesuatu yang lain pun puas dengan kita. Secara batiniah kita berada dalam kedamaian yang sejati sedangkan secara lahiriah kita masih sebagai manusia yang suka berbuat karena kita tidak bisa menghindar. Tidak ada jalan untuk menghindar, kita harus berjuang. Dunia ini adalah wilayah percobaan (balwa) baik dalam aspek baik maupun buruk, baik lahir maupun batin. Allah berfirman dalam sebuah hadis kudsi: "Apa yang salah dengan hamba-hamba-Ku? Mereka terus-menerus berdoa kepada-Ku meminta kesenangan di dunia ini, tapi Aku tidak menciptakan dunia ini untuk kesenangan." 
Imam Husein telah menyebutkan tahap-tahap nafs: 'Nafs yang tenang adalah nafs yang berada dalam tauhid.' Kita mencapai ketenangan jika kita berada dalam tauhid. 'Nafs yang bersyukur, adalah nafs yang telah diberkahi rahmat.' Pada tahap ini kita mengakui bahwa yang ada hanyalah rahmat Allah. Beliau juga mengatakan, 'nafs yang terpilih adalah nafs yang memiliki hikmah,' yaitu, nafs yang memiliki pengetahuan yang mendalam tentang Realitas. Beliau mengartikan nafs yang berakal dan jiwa yang memahami, sebagai al-nafs al-radhiyah, dan nafs yang menyuruh orang berbuat jahat sebagai al-nafs al-jahilah, nafs yang bodoh.
Klasifikasi nafs secara tradisional berkisar dari keadaan terendah, al-nafs al-ammarah bi-su', sampai keadaan tertinggi, al-nafs al-kamilah, yakni meningkat ke atas melalui tujuh maqam (stasiun). Tahap kedua adalah jiwa yang merasa bersalah, al-nafs al-lawwamah, yang kadang-kadang menyadari kecenderungannya terhadap kejahatan. Ini adalah tahap permulaan kesadaran. Lalu berikutnya al-nafs al-mulhamah, jiwa yang diberi ilham, tidak terikat, tanpa bimbingan, diikuti oleh al-nafs al-muthmainnah. Setelah ketenangan muncullah kepuasan disertai pengetahuan, ridba': al-nafs al-radhiyah memiliki pengetahuan tentang kesempurnaan sang Maharaja. Bila kita puas dengan penciptaan, maka penciptaan pun akan puas dan selaras dengan kita, dan itulah al-nafs al-mardhiyyah, tahap keenam. Dari keadaan tersebut muncullah kesempurnaan dan kesatuan, al-kamilah.
Pada tahap kesempurnaan ini Allah mengatakan, 'Sekarang masuklah ke dalam arena-Ku, dan bersembunyilah dalam satu-satunya taman tauhid, di dalamnya ada kebahagiaan dan kemeriahan yang luar biasa dan keberlimpahan yang bebas dinikmati
  

Pengertian


Dia akan berkata: “Wahai, alangkah baiknya jika aku dari semula telah bersedia untuk penghidupanku ini.”
(
ayat 24).

Itulah satu keluhan penyesalan atas sesuatu yang tidak akan dapat dicapai lagi. Huruf Laita dalam bahasa Arab disebut Huruf Tamanni, yaitu mengeluh mengharap sesuatu yang tidak akan dapat dicapai lagi. Karena waktunya telah berlalu. “Kalau aku tahu akan begini nasibku, mengapa tidak sejak dahulu, waktu di dunia, aku berusaha agar mencapai hidup bahagia di hari ini. Padahal kalau aku mau mengatur hidup demikian di dunia dahulu, aku akan bisa saja.”
Itulah sesalan yang percuma di hari nanti. Dan itu pula sebabnya maka Nabi-nabi disuruh memperingatkan dari sekarang. Karena perintah-perintah Al-Qur’an adalah untuk dilaksanakan di sini, dan terima pahalanya di akhirat; bukan sebaliknya.
Maka pada hari itu, tidak ada siapacpun akan dapat mengazab seperti azab-Nya.”
(
ayat 25).
 
 
“Dan tidak siapa pun akan dapat mengikat seperti ikatan-Nya.”
(
ayat 26).
Ini adala Azab Tuhan, buka Azab seorang makhluk bagaimanapun kuat kuasanya. Ikatan belenggu Tuhan, yang tidak ada satu belenggu pun dalam dunia ini yang akan dapat menandingi belenggu Tuhan itu.
Maka ngeri dan tafakkurlah kita memikirkan hari itu; hari yang benar dan termasuk dalam bahagian terpenting dari Iman kita, sesudah percaya kepada Allah. Dan terasalah pada kita bahwa tidak ada tempat berlindung daripada murka Allah, melainkan kepada Allah jua kita berbuat.
Dalam suasana yang demikian itu kita bacalah ayat yang seterusnya. Ayat penutup Surat dan ayat memberikan pengharapan kepada jiwa yang telah mencapai ketenteramannya.
Wahai jiwa yang telah mencapai ketentraman.”
(
ayat 27).
  

Yang telah menyerah penuh dan tawakkal kepada Tuhannya: Telah tenang, karena telah mencapai yakin: terhadap Tuhan.
Berkata IbnuAtha’: “Yaitu jiwa yang telah mencapai ma’rifat sehingga tak sabar lagi bercerai dari Tuhannya walau sekejap mata.” Tuhan itu senantiasa ada dalam ingatannya, sebagai tersebut dalam ayat 38 dari Suray 13, Ar-Ra’ad.
Berkata Hasan Al-Bishri tentang muthmainnah ini: “Apabila Tuhan Allah berkehendak mengambil nyawa hamba-Nya yang beriman, tenteramlah jiwanya terhadap Allah, dan tenteram pula Allah terhadapnya.”
Berkata sahabat Rasulullah SAW ‘Amr bin Al-‘Ash (Hadis mauquf): “Apabila seorang hamba yang beriman akan meninggal, diutus Tuhan kepadanya dua orang malaikat, dan dikirim beserta keduanya suatu bingkisan dari dalam syurga. Lalu kedua malaikat itu menyampaikan katanya: “Keluarlah, wahai jiwa yang telah mencapai keternteramannya, dengan ridha dan diridhai Allah. Keluarlah kepada Roh dan Raihan. Tuhan senang kepadamu, Tuhan tidak marah kepadamu.” Maka keluarlah Roh itu, lebih harum dari kasturi.”
Kembalilah kepada Tuhanmu, dalam keadaan ridha dan diridhai.”
(
ayat 28).
 
Artinya: setelah payah engkau dalam perjuangan hidup di dunia yang fana, sekarang pulanglah engkau kembali kepada Tuhanmu, dalam perasaan sangat lega karena ridha; dan Tuhan pun ridha, karena telah menyaksikan sendiri kepatuhanmu kepada_nya dan tak pernah mengeluh.
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku.”
(
ayat 29).
 
 
Di sana telah menunggu hamba-hamba-Ku yang lain, yang sama taraf perjuangan hidup mereka dengan kamu; bersama-sama di tempat yang tinggi dan mulia. Bersama para Nabi, para Rasul, para shadiqqin dan syuhadaa. “Wa hasuna ulaa-ika rafiiqa”; Itulah semuanya yang sebaik-baik teman.
“Dan
masuklah ke dalam syurga-Ku.”
(
ayat 30).
Di situlah kamu berlepas menerima cucuran nikmat yang tiadakan putus-putus daripada Tuhan; Nikmat yang belum pernah mata melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya, dan lebih daripada apa yang dapat dikhayalkan oleh hati manusia.
Dan
ada pula satu penafsiran yang lain dari yang lain; yaitu annafs diartikan dengan roh manusia, dan rabbiki diartikan tubuh tempat roh itu dahulunya bersarang. Maka diartikannya ayat ini: “Wahai Roh yang telah mencapai tenteram, kembalilah kamu kepada tubuhmu yang dahulu telah kamu tinggalkan ketika maut memanggil,” sebagai pemberitahu bahwa di hari kiamat nyawa dikembalikan ke tubuhnya yang asli. Penafsiran ini didasarkan kepada qiraat (bacaan) Ibnu Abbas, FiiAbdii dan qiraat umum FiiIbaadil.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar